Minggu, 20 Januari 2013

Tulisan (ETIKA BISNIS 10)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

                                                              PASAR OLIGOPOLI
                   Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dengan penawaran dimana terdapat penjual/produsen yang menguasai pe
rmintaan pasar.
Ciri-ciri pasar oligopoli:
Terdapat banyak penjual/ produsen ya ng menguasai pasar.
Barang yang dijual dapat berupa brang homogen atau berbeda corak.
Terdapat halangan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar untuk masuk kedalam pasar. Satu diantara para oligopolis merupakan market leader yaitu penjual yang mempunyai pangsa pasar terbesar.

Macam-macam oligopoli :
-Oligopoli murni yang ditandai beberapa perusahaan yang menjual produk homogen.
-Oligopoli dengan perbedaan yang ditandai beberapa perusahaan menjual produk yang dapat dibedakan.

Dampak negatif oligopi terhadap perekonomian:
-Keuntungan yang yang terlalu besar bagi produsen dalam jangka panjang
-Timbul inifisiensi produksi
-Eksploitasi terhadap konsumen dan karyawan perusahaan
-Harga tinggi yang relatif stabil (sulit turun) menunjang inflasi yang kronis
-Kebijakan pemerintah dalam mengatasi oligopoli
-Pemerintah mempermudah masuknya perusahaan baru untuk masuk kepasar untuk menciptakan persaingan
-Diberlakukannya undang-undang anti kerja sama antar produsen.

Tulisan (ETIKA BISNIS 9)

  Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17
                                                  

                                                                  PASAR MONOPOLI

            Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu produsen yang menguasai pasar. Dengan kata lain satu penjual menguasai segala jenis penawaran. Seseorang yang menguasai pasar monopoli disebut Monopolis.

Ciri-ciri dari pasar monopoli yaitu:
1. hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran
2. tidak ada barang subtitusi/pengganti yang mirip
3. produsen mutlak menetukan harga
4. tidak ada pengusaha lain yang memasuki pasar tersebut karena ada hambatan berapa keunggulan perusahaan.

Kelebihan pasar monopoli:
1. Keuntungan penjual cukup tinggi.
2. Untuk produk yang menguasai hajat hidup orang biasanya
diatur pemerintah.
Kelemahan pasar monopoli:
1. Pembeli tidak ada pilihan lain untuk membeli barang.
2. Keuntungan hanya terpusat pada satu perusahaan.
3. Terjadi eksploitasi pembeli.

Dampak negative adanya monopoli, antara lain:
a. Timbulnya ketidakstabilan harga.
b. Kecilnya volume produksi menimbulkan adanya biaya sosial yaitu biaya yang ditanggung oleh masyarakat.
c. Adanya unsur ketidakadilan sebab monopolis akan menekan biaya produksi serendah-rendahnya pada pasar faktor produksi dan dengan harga tinggi di pasar barang.
d. Kepentingan umum banyak diabaikan, sebab orientasi usahanya hanya didasarkan atas untung rugi saja.

Tulisan (ETIKA BISNIS 8)

                                                 
Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

                                                            PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHDAP TRANSPARANSI

Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar, sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi.

Tulisan (ETIKA BISNIS 7)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17


                          PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHADAP HUKUM
           Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar prinsip kepatuhan terhadap hukum.

Tulisan (ETIKA BISNIS 6)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

                       PELANGGARAN ETIKA BISNIS TERHADAP AKUNTABILITAS

Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah Sakit.

Tulisan (ETIKA BISNIS 5)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17
TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN MORAL

              Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek merugikan yang telah diketahui ;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.

              Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;
  1. Ketidaktahuan
  2. Ketidakmampuan
              Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui persoalan tertentu.
Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian tertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.
               Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang memperingan mencakup :
  • Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)
  • Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)
  • Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan sampai dimana seseorang benar-benar menyebabkan kerugian)
Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.
Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :
  1. Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
  2. Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan
  3. Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :
  • Ketidak pastian
  • Kesulitan
             Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana hal-hal tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga factor pertama tadi dapat meringankan.
Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.

A.       Tanggung Jawab Perusahaan               Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.

B.        Tanggung Jawab Bawahan            Dalam perusahaan, karyawan sering bertindak berdasarkan perintah atasan mereka. Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka ketahui salah. Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu.
           Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dan sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah melakukan apapun yang tidak bermoral.
            Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.

Tulisan (ETIKA BISNIS 4)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17


                           PERKEMBANGAN MORAL DAN PENALARAN MORAL

A. Perkembangan Moral
             Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa yang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.
Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas
Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.

2) Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
Benar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.

3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang.
Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan moral yang lain.

                Teori Kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalam menggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah terus menerus didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman dan melakukan apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang mencapai tahap konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu didefinisikan dalam pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum Negara atau masyarakat mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka yakini, benar dan salah secara moral didefinisikan dalam pengertian prinsip-prinsip moral yang mereka pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.

B. Penalaran Moral
               Penalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu melibatkan dua komponen mendasar :
Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar moral yang masuk akal. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau prilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang, menilai, atau menyalahkan.
Ada beberapa kriteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan penalaran moral, yaitu :
  • Penalaran moral harus logis.
  • Bukti faktual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan dan lengkap.
  • Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.

Tulisan (ETIKA BISNIS 3)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

             ARGUMEN YANG MENDUKUNG DAN YANG MENENTANG ETIKA BISNIS

         
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian ini membahas keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan berkenaan dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis.
Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis :
Orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan ini :
              Pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial. Agar beruntung, masing-masing perusahaan harus memproduksi hanya apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan harus melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus.
Argumen tersebut menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu : Pertama, sebagian besar industri tidak ”kompetitif secara sempurna”, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi, mereka dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak efisien. Kedua, argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat produksi, penyuapan. Menghindari pajak, dsb. Ketiga, argumen itu mengasumsikan bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika kenyataan keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan tidak diuntungkan) tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar. Keempat, argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif.

                 Kedua, Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh Ale C. Michales disebut ”argumen dari agen yang loyal”. Argumen tersebut secara sederhana adalah sbb :
Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen).
Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya sendiri. Dengan demikian sebagai agen yang loyal dari majikannya, manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya.
Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”.
Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasan-batasan moralitas.

              Ketiga, untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum :
Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum.
Terkadang kita salah memandang hukum dan etika terlihat identik. Benar bahwa hokum tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum.
Namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar Moral kita kadang dimasukan ke dalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.
Kasus etika dalam bisnis
Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan perilaku etis.
Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan ”perang antar manusia terhadap manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi ”kotor, brutal, dan dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Katena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa.
Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan lainnya ?
                Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggung jawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada keuntungan. Dalam jangka panjang, untuk sebagian besar, lebih baik menjadi etis dalam bisnis dari pada tidak etis. Meskipun tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak etis ini dalam jangka panjang, cenderung menjadi kekalahan karena meruntuhkan hubungan koperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, karyawan dan anggota masyarakat dimana kesuksesan disnis sangat bergantung.
               Akhirnya kita harus mengetahui ada banyak bukti bahwa sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis. Pelanggan akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi. Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer. Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif. Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.

Tulisan (ETIKA BISNIS 2)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

Moralitas
              Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat.
Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Hakekat standar moral :
Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.

B. Etika
                 Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit.
Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.
Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat.
C. Etika Bisnis
                  Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
               Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral.
Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
              Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda.
Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.

F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
                Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat.
Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.
Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.
Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.

G. Teknologi dan Etika Bisnis
                Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru.
Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.

Tulisan (ETIKA BISNIS 1)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

                         PENGERTIAN ETIKA BISNIS

       Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda.
Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri.

ETIKA BISNIS (TUGAS 2)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

PROMOSI DAN PEMASARAN YANG BERETIKA

Promosi merupakan bentuk usaha seorang wiraswasta/pelaku bisnis yang memberikan suatu informasi, membujuk/mempengaruhi, dan atau mengingatkan konsumen terhadap produk kita agar mereka tertarik sehingga dapat menerima atau membeli produk kita. tentunya tanpa merugikan pihak manapun atau konsumen yang nantinya merasa kurang nyaman terhadap bentuk promosi yang sedang kita lakukan. Contohnya : tidak melebih-lebihkan profit dari produk tersebut/menipu, atau mungkin tidak mempromosikan produk kita dengan cara menjatuhkan produk kompetitor produk kita. Dalam mempromosikan atau memasarkan produk ada ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan:
  • Memperkenalkan suatu produk dengan karakteristik yang persis dengan yang dinyatakan oleh perusahaan. Perusahaan harus memastikan apakah produk mereka diiklankan sesuai dengan kenyataan dan perjanjian sebelumnya.
  • Produsen harus memastikan apakah produknya diterima sesuai dengan interpretasi dan pola pikir konsumen. Ini dilakukan untuk menghindari adanya masyarakat/konsumen yang salah sangka dan akhirnya merasa dirugikan.
  • Konsumen merupakan raja dan harus diperlakukan sama.
  • Mempromosikan produk dengan ramah, mudah dan fleksibel. Maksudnya tidak mempersulit konsumen dalam memperoleh produk tersebut, dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Etika bisnis sangatlah penting bagi suatu usaha atau perusahaan demi menjaga image dan kepercayaan konsumen di masa depan perusahaan tersebut.
Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Journal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3.  Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang :
  • Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun eksternal
  • Mampu meningkatkan motivasi pekerja
  • Melindungi prinsip kebebasan berniaga
  • Mampu meningkatkan keunggulan bersaing

Sabtu, 19 Januari 2013

ETIKA BISNIS (TUGAS 3)

Nurul Amaliah, 10209976, 4EA17

                                                     ”KORUPSI”

Definisikorupsi

Korupsi menjadi masalah yang paling serius yang harus dihadapi oleh banyak negara di dunia, terutama menyangkut kepentingan politik dan ekonomi . Korupsi menjadi indikator atas tata kelola yang tidak sehat dan berkembang menjadi isu penting dalam lingkungan politik dan ekonomi global. Secara konsep, korupsi menjelaskan mengenai bagian dari suatu sistem yang tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah menjadi tujuan, atau memenuhinya dalam cara yang tidak benar; dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi tujuan organisasi secara keseluruhan.
Pada dasarnya, semua bentuk pemerintahan di dunia sama beresikonya terhadap praktik-praktik korupsi, hanya tergantung kepada seberapa kuatnya penegakan hukum di tiap negara. Hal ini berarti semakin kuat penegakan hukum di suatu negara, maka pemberantasan korupsi di negara tersebut dapat berjalan dengan baik, atau setidaknya menekan praktik korupsi dalam lembaga pemerintahan.
Peraturan yang mengatur mengenai praktik-praktik ilegal, seperti korupsi, diterapkan dengan cara yang berbeda pada negara yang satu dengan negara yang lain, tergantung pada pemegang otoritasnya. Misalnya, dalam suatu sistem politik terdapat pos pendanaan yang legal menurut suatu negara, tetapi dapat dianggap ilegal di negara lain. Bahkan, pada beberapa negara, praktik korupsi merupakan kebiasaan yang dilakukan ketika terjadi kesepakatan bisnis atau interaksi antara masyarakat dengan pemerintah yang menyangkut birokrasi. Salah satunya adalah di Indonesia. Oleh karena itu, sudah merupakan suatu kewajiban bagi pemerintah atau parlemen untuk membangun sistem anti korupsi yang kredibel, yang dimulai dari diri mereka sendiri dan tunjukkan kepada masyarakat bahwa aturan anti korupsi tersebut juga berlaku bagi diri mereka.

Jenis-jenisKorupsi

Dalam beberapa kasus di bidang politik dan ekonomi, korupsi dapar bervariasi dalam berbagai bentuk, tetapi secara umum korupsi dapat dikategorikan dalam beberapa aktivitas berikut :
1.Penyuapan
Penyuapan dapat didefinisikan sebagai perbuatan atau tindakan dari satu pihak yang memberikan keuntungan kepada pihak lain agar tujuannya tercapai. Suap dalam lembaga pemerintahan dapat diberikan pada pelayanan publik (langsung) atau kepada orang atau entitas lain (tidak langsung). Dalam lingkungan politik, suap dapat diberikan oleh pihak yang berkepentingan untuk meminta kepada oknum pemerintah untuk mengubah keputusan atau tindakannya secara tidak benar agar kepentingannya dapat tercapai.
Pada beberapa negara, dimana korupsi sudah menjadi budaya, sangat sulit bagi individu untuk bertahan di lingkungan bisnis tanpa ada praktik suap menyuap. Suap dapat ditujukan untuk kepentingan ofisial agar pihak yang disuap mau melakukan sesuai dengan yang sudah dibayarkan. Selain itu suap juga dapat dimaksudkan agar dapat melakukan bypass atas hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam lingkungan bisnis, suap dan korupsi dapat menghambat terciptanya suasana kompetisi bisnis dan investasi yang fair, menghalangi perdagangan bebas dan fair, serta merepresentasikan biaya (cost) bisnis yang tidak wajar.

2.Penggelapan
Penggelapan dapat berarti mencuri atau mengambil sumber daya publik secara ilegal yang dilakukan oleh personel yang ditugasi dan diberi wewenang untuk mengendalikan sumber daya tersebut. Sebagai contoh oknum pemerintahan yang diberi wewenang untuk membagikan BLT, tetapi menyalahgunakan wewenang itu dan membagi BLT kepada masyarakat tidak sesuai dengan porsi yang seharusnya. Contoh penggelapan terselubung yang umum dilakukan adalah menggunakan fasilitas kantor, misalnya mobil dinas, untuk keperluan pribadi, misalnya mengantarkan anak ke sekolah atau istri ke pasar. Contoh ini bisa dikategorikan sebagai penggelapan, hanya saja, di Indonesia, hal tersebut sudah umum dilakukan di semua level jabatan, meski ilegal dan tidak etis (unethical).

3.NepotismedanKroniisme
Nepotisme dan kroniisme menjelaskan mengenai tindakan individu-individu yang menguntungkan relasi mereka, misalnya keluarga (nepotisme), atau teman-teman personal (kroniisme), yang ditujukan untuk mencapai keuntungan mereka sendiri. Dalam praktik nepotisme, oknum pemerintah yang tidak bertanggung jawab menjamin bahwa anggota keluarga mereka mendapat akses bebas ke pelayanan publik, atau anggota keluarga tersebut mendapatkan keuntungan dari sumber daya negara. Tindakan nepotisme dan kroniisme pada praktiknya dapat dikombinasikan dengan penyuapan. Ambil satu contoh, terdapat permintaan dari pejabat pemerintahan terhadap suatu entitas yang disertai dengan penyuapan agar dapat mempekerjakan relasinya di entitas tersebut. Hal ini dapat mematikan persaingan dalam rekrutmen karyawan dalam entitas pelaku tindakan tersebut.

4.Kickback
Kickback merupakan suatu bagian ofisial dari dana yang digelapkan dari alokasi untuk organisasinya. Sebuah contoh sederhana untuk pemahaman lebih dalam mengenai kickback adalah, seorang pejabat diberi wewenang dalam mengelola dana untuk pengadaan barang/jasa suatu instansi pemerintah. Dia dapat memberikan kontrak kepada sebuah perusahaan yang bukan merupakan penawar terbaik, dan mengalokasikan dana lebih dari yang seharusnya diterima perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memperoleh keuntungan dan sebagai pertukaran atas nilai kontrak tersebut, pejabat yang berwenang memperoleh pembayaran balik dari perusahaan, yang merupakan bagian dari jumlah kontrak yang diterima perusahaan.
Kickback tidak terbatas hanya pada organisasi atau instansi pemerintah, tetapi untuk semua entitas dan semua kondisi dimana orang-orang dipercaya untuk mengelola dana dan ikut menikmati sebagian dari dana tersebut, padahal dana tersebut bukan merupakan miliknya. Oleh karena itu, kickback termasuk ke dalam kategori korupsi.

AkibatdariKorupsi

Korupsi menyebabkan tantangan serius terhadap pembangunan suatu negara, baik dalam sektor politik dan ekonomi. Dalam dunia politik, merusak tatanan demokrasi dan tata kelola negara yang baik melalui pelanggaran atau bahkan destabilisasi proses atau prosedur formal. Korupsi juga dapat merusak pembangunan ekonomi dengan menghasilkan suatu penyimpangan dan inefisiensi sumber daya publik. Korupsi juga dapat menyebabkan distorsi ekonomi terutama pada sektor publik dengan menyelewengkan investasi publik menjadi proyek modal ketika suap dan kickback terjadi.
Secara lebih umum, korupsi dapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap institusi negara yang telah memainkan kekuasaan secara ilegal. Hal ini dapat dipertimbangkan sebagai “rent seeking”, dan dalam percaturan politik, kondisi tersebut diperkuat oleh dominasi eksekutif yang menyebabkan hilangnya respek terhadap nilai-nilai tata kelola yang baik (good governance), seperti akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi . Korupsi juga mengurangi kinerja dan nilai-nilai pemerintahan, dalam hal kualitas pelayanan dan infrastruktur oleh pemerintah.